Astronomy Event - Empat dekade lalu, sebuah teori pembentukan Bulan -satelit milik Bumi- muncul. Teori itu menyebut tabrakan dahsyat dialami Bumi sekitar 4,5 miliar tahun lalu dengan benda langit yang kira-kira sebesar Planet Mars.
Tumbukan itu menyebabkan menyebarnya puing-puing besar ke angkasa luar. Hingga akhirnya membentuk Bulan, satelit bagi planet kita yang menciptakan gelombang pasang-surut di laut.
Ketika teori tabrakan besar ini muncul pada 1970-an, ia sesuai dengan pandangan bagaimana sistem tata surya terbentuk. Dalam pandangan ini, protoplanet-protoplanet yang penuh gas dan berbatu, tumbuh dalam piringan di sekitar Matahari muda. Selama puluhan juta tahun, protoplanet ini bersaing untuk ruang di antariksa. Sehingga tumbukan tidaklah terelakkan.
Saat Bumi semakin besar, ia menyerap beberapa objek yang kira-kira sebesar Planet Merkurius atau Mars. Dan, masih menurut teori tabrakan besar, Bulan terjadi berkat mayoritas puing-puing dari planet penabrak --protoplanet berbatu mirip Bumi. Karena si penabrak ini memiliki inti besi yang akhirnya tenggelam ke inti Bumi. Bulan sendiri terdiri dari batu keseluruhan.
Meski demikian, teori ini ternyata tidak sepenuhnya diterima oleh para astronom. Erik Asphaug, peneliti planet dari Arizona State University, Amerika Serikat, miliki pandangan berbeda. Dijelaskannya terdapat bukti-bukti baru yang menampik teori tabrakan besar.
Sebagai contoh, analisa terbaru dari batu Bulan menunjukkan bahwa mantel Bulan dan Bumi tidaklah sama. Elemen macam oksigen, silikon, dan titanium berasal dari beberapa varietas atau isotop. Campuran dari para isotop ini sedemikian rupa sangat mirip sehingga Bulan nampak terbentuk sepenuhnya dari pecahan Bumi, bukan dari si planet penabrak.
Kemungkinan lain yang bisa jadi teori adalah "tabrak-lari". Di mana terjadi tabrakan besar, tapi si penabrak yang berkecepatan tinggi tetap melaju setelah menyebabkan bongkahan besar mantel Bumi ke luar angkasa. Bongkahan ini bisa jadi pembentuk utama Bulan.
Atau mungkin juga Bulan memang terbentuk dari si planet penabrak. Namun kemudian ia terselimuti dengan lapisan tipis dari material Bumi yang bertahan di orbit paling tidak satu abad pasca-tabrakan.
Tantangan berikutnya bagi teori tabrakan besar adalah bagaimana menjelaskan kenapa sisi lain dari Bulan lebih bergunung-gunung dan berkulit tipis. Asphaug berteori bahwa Bumi mempunyai Bulan kedua yang menempelkan dirinya di saudaranya yang lebih besar.
"Pintu sudah terbuka dan kini kita punya banyak sekali pemikiran. Mungkin akan ada lagi momen 'aha!' pada lima tahun mendatang," kata Asphaug. Tapi untuk sekarang, Bulan masih menyimpan misterinya.
National Geographic
ABOUTAUTHOR
Hi! Kalian boleh panggil aku "Admin N". Aku yang ada dibalik pembuatan post, pengembangan blog, dan yang suka ngetik-ngetik Tweet di Twitter dan status di Facebook. Support Astronomy Event terus ya! Dan juga support perkembangan ilmu astronomi di Indonesia!
0 komentar:
Posting Komentar